Archive for April 2015
MASA DESINTEGRASI (PERANG SALIB DAN KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH)
A. PERANG SALIB
Perang
salib terjadi karena adanya suatu peristiwa penting dalam pergerakan ekspansi
yang dilakukan oleh Alp Arselan pada tahun 464 H (1071 M) yaitu peristiwa
Manzikart. Tentara Alp Arselan yang berjumlah 15.000 prajurit berhasil
mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang yang terdiri dari
tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis dan Armenia.
Sehingga
peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen
terhadap umat islam dan tercetuslah Perang Salib. Kebencian itu bertambah
setelah dinasti Seljuk berhasil merebut Bait Al-Maqdis pada tahun 471 H dari
dinasti Fathimiyah di Mesir. Penguasa Seljuk menetapkan peraturan bagi umat
Kristen yang ingin berziarah kesana dan hal ini sangat menyulitkan mereka.
Sehingga pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di
Eropa supaya melakukan Perang Suci untuk memperoleh kembali keleluasaan
berziarah ke tanah suci Kristen itu. Perang ini kemudian dikenal dengan nama
Perang Salib, yang terjadi dalam 3 periode.
1. Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M;
150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat
menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh
Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18
Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha
(Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai
raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan
kerajaan latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga
berhasil menduduki Bait al-Maqdis (15 Juli 1099 M.) dan mendirikan kerajaan
Latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Bait al-Maqdis itu,
tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M.),
Tripoli (1109 M.) dan kota Tyre (1124 M.). Di Tripoli mereka mendirikan
kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond.
2. Periode Kedua
Imaduddin
Zanki, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah,
dan Edessa pada tahun 1144 M. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan
oleh puteranya, Numuddin Zanki. Numuddin berhasil merebut kembali Antiochea
pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan
Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua. Paus
Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis
Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh
Numuddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad
II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Numuddin wafat tahun 1174 M.
Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil
mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan
Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M.
Dengan demikian kerajaan latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun
berakhir.
Jatuhnya
Yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib.
Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh
Frederick Barbarossa, raja Jerman, Richard the Lion Hart, raja Inggris, dan Philip
Augustus, raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun
mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka
yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak
berhasil memasuki Palestina. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian
antara tentara salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah.
Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah
ke Bait al-Maqdis tidak akan diganggu.
3. Periode
Ketiga
Tentara
Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka
berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat
bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki
Dimyat. Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu, al- Malik al-Kamil,
membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia
melepaskan Dimyat, sementara al- Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick
menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan
kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut
kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik
al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti
Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang
oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh
kaum muslimin, tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur.
Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari
sana.
Walaupun
umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun
kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya.
Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.
Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah
belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat
Abbasiyah di Baghdad.
B. SEBAB-SEBAB KEMUNDURAN PEMERINTHAN BANI ABBAS
Di samping kelemahan khalifah yang lemah, banyak faktor lain yang
menyebabkan khilafah Abbasiyyah menjadi mundur. Faktor-faktor tersebut
diantaranya yaitu:
1. Persaingan Antarbangsa
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode
pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko,
Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa
Semit kecuali islam. Akibatnya, muncullah fanatisme kearaban dan juga fanatisme
bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu’ubiyah. Fanatisme kebangsaan ini
dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara, para khalifah menjalankan sitem
perbudakan baru. Sehingga kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi
kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah sendiri.
2. Kemerosotan
Ekonomi.
Kemunduran di bidang ekonomi bersamaan
dengan kemunduran di bidang politik. Kemunduran ini ditandai dengan perdapatan
negara yang menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi
kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan
banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar
upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan
para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan
para pejabat melakukan korupsi.
3. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan
persoalan kebangsaan karena kekecewaan orang Persia yang mendorong sebagaian
mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Dan
munculnya gerakan zindiq yang menggoda keimanan para Khalifah. Al Mahdi
kemudian mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi gerakan Zindiq dan melakukan
mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Konflik antara kaum beriman dengan
gerakan Zindiq terus berlanjut mulai dari bentuk yang sederhana seperti polemik
tentang ajaran sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua
belah pihak. Konflik ini tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq
atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antaraliran dalam Islam.
4. Ancaman dari Luar
Faktor-faktor dari luar (eksternal)
yang menyebabkan khalifah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur yaitu:
a. Perang
Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak
korban.
b. Serangan
tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
Hakikat Ilmu Badi'
Menurut leksikal: suatu ciptaan
baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Menurut terminologi: Suatu ilmu yang
dengannya diketahui metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi
kalimat dan memperindahnya setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan
kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki.
Definisi dan Fungsi Ilmu Sharaf bagi Pemula
. A. Definisi Ilmu Sharaf
Ilmu sharaf
adalah pengetahuan untuk menganalisa sebuah kata berbahasa Arab ketika dalam
keadaan berdiri sendiri. Pembahasannya meliputi pembentukan kata serta aturan
perubahannya menjadi kata-kata baru yang merupakan turunan dari sebuah kata
berbahasa Arab. Dalam ilmu tata bahasa Indonesia disebut morfologi.
Rambut Rontok Saat Haid
Assalamu’alaikum wr wb. Pak ustadz, ketika istri saya sedang haid ia
tidak berani membuang rambut yang rontok, atau menghilangkan potongan
kukunya sendiri. Dia beralasan kalau sebelum disucikan, rambut-rambut
maupun kuku-kuku itu akan menuntutnya di hari kiamat.
Lupa Belum Shalat, Apa yang Harus Segera Dilakukan?
Shalat adalah perkara wajib. Shalat tidak boleh ditinggalkan hanya
karena satu alasan tertentu. Akan tetapi bukanlah manusia jika selalu
benar. Dinamakan manusia karena terkadang dia salah dan lupa. Maka,
bagaimanakah jika seorang muslim lupa dan melewatkan kewajiban
shalatnya?.
Apa yang harus segera dilakukan?????